Mengapa Harus Ekonomi Syariah?
oleh
Rosian Asfar Ratib dan Landung Anandito
Memasuki awal abad ke-21 seperti
sekarang ini, istilah syariah merupakan pokok bahasan penting yang selalu
hangat untuk didiskusikan. Syariah semakin sering diperbincangkan ketika
semakin banyak masyarakat global menuntut implementasi sistem ekonomi yang
mengedepankan nilai-nilai keadilan. Imbasnya adalah munculnya industri-industri
berbasis syariah di berbagai sektor, antara lain industri keuangan dan
perbankan. Di Indonesia, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai angka
48,6% dan 34,0% di tahun 2011 dan 2012, sedangkan untuk pertumbuhan keuangan
syariah global mengalami peningkatan sebesar 15%-20% per tahun1. Hal
ini menunjukkan bahwa industri berbasis syariah mengalami
peningkatan yang signifikan.
Pada saat Forum Ekonomi Islam Dunia
tahun 2013 diselenggarakan di London, Inggris, tuan rumah melalui Perdana
Menteri David Cameron juga ikut menunjukkan ketertarikannya terhadap sistem
ekonomi syariah. Hal tersebut dibuktikan dengan akan dibukanya Index Islam yang
baru di London Stock Exchange dan
peluncuran obligasi syariah dengan nilai mencapai 200 juta poundsterling pada
awal tahun 2014. Bahkan David Cameron percaya bahwa keuangan Islam akan membawa
peluang baik bagi industri jasa keuangan di Inggris mengingat investasi Islam
telah tumbuh sebesar 150% dalam tujuh tahun terakhir2.
Sebuah fenomena menarik juga terjadi
di Malaysia. Sebuah lembaga keuangan syariah dari Kuwait mencatat sekitar 40% deposannya
dan 60% peminjamnya adalah non-muslim3. Fenomena tersebut sejalan
dengan penemuan sebuah riset yang dilakukan Financial
Insights, yang menunjukkan bahwa bank syariah mengalami perkembangan pesat
di Asia dan lebih dari separuh konsumenya adalah non-muslim4. Hal ini
merupakan bukti kuat bahwa sistem ekonomi syariah telah diminati oleh berbagai
kalangan, tidak terbatas pada kalangan muslim saja. Bahkan harian Vatikan L'Osservatore Romano pernah
menyampaikan pujiannya terhadap konsep etika perbankan dan keuangan syariah.
Tak hanya itu, mereka pun mendorong bank-bank Barat mengadopsi aturan perbankan
dan keuangan syariah untuk mengembalikan kepercayaan nasabah pasca krisis
global5.
Tingginya minat masyarakat global
terhadap ekonomi syariah, baik muslim maupun non-muslim, tentunya bukan tanpa
alasan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang diusung ekonomi syariah
merupakan nilai-nilai yang selama ini dicari oleh masyarakat global. Berbagai
kegagalan ekonomi konvensional dalam menegakkan tonggak kesejahteraan dunia
menuntut munculnya suatu sistem baru yang mampu membangun kesejahteraan umat.
Ekonomi syariah, dengan berbagai prinsip yang dianutnya, merupakan jawaban atas
ketidakpastian dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan
kesejahteraan tersebut.
Tiga
Pokok Ekonomi Syariah
Di dalam ekonomi syariah,
setidaknya ada tiga pokok penting yang dikemukakan. Yang pertama, landasan
dalam ekonomi syariah bersifat hakiki. Yang kedua adalah adanya konsep zakat,
infaq, shadaqah (ZIS). Yang ketiga adalah mengedepankan kesejahteraan umat.
Landasan dalam ekonomi syariah yang
bersifak hakiki mempunyai maksud bahwa ekonomi syariah dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip yang berasal dari Al-Quran dan Hadist, dua pegangan utama umat
Islam dalam menjalankan hidup di dunia ini. Kebenaran dalam Al-Quran dan Hadist
yang berasal dari Sang Pencipta menuntut manusia untuk menjalankan apa yang
diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang. Begitu juga prinsip yang
dianut di dalam ekonomi syariah, yakni melaksanakan kegiatan yang berlandaskan
nilai-nilai kebaikan.
Sebagai contohnya, di dalam
Al-Quran ditegaskan bahwa Islam mengharamkan bunga (riba) dan menghalalkan jual beli. Bahasan mengenai riba ini menjadi
isu sentral ketika perekonomian konvensional runtuh diterjang krisis pada tahun
1998. Pada saat Indonesia dililit krisis moneter, perbankan konvensional
menggunakan bunga bank sebagai acuan dalam beroperasi. Akibatnya, ketika bunga
bank semakin tinggi dan nilai tukar Rupiah semakin melemah, perbankan
konvensional tidak mampu membendung kerugian secara material, sehingga banyak
bank yang colapse. Bahkan pemerintah
harus menutup 16 bank dan melakukan restrukturisasi perbankan yang membutuhkan
dana yang sangat besar.
Salah satu bank yang mampu bertahan
dari terjangan krisis 1998 tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia, bank
syariah pertama dan satu-satunya pada saat itu yang membuktikan bahwa ekonomi
syariah merupakan kunci jawaban dari kegamangan ekonomi konvensional. Prinsip
bagi hasil yang diterapkan oleh Bank Muamalat Indonesia terbukti berhasil dalam
mempertahankan kinerja perbankan pada saat krisis terjadi. Dengan kata lain,
krisis ekonomi dapat diredam apabila setiap pelaku ekonomi di dalamnya menganut
sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, dengan digunakannya
Al-Quran dan Hadist sebagai landasan utama dalam ekonomi syariah, maka hal ini
dapat menghindari adanya perbedaan paham yang cenderung destruktif. Di dalam
ekonomi konvensional, banyak paham ekonomi yang saling mencerca dan merendahkan
paham lainnya dengan dasarnya masing-masing. Mereka menganggap paham mereka
sebagai paham yang paling benar yang paling ideal untuk diimplementasikan.
Padahal, dasar dari paham-paham ekonomi tersebut muncul hasil pemikiran
manusia, yang sejatinya tidak akan pernah sempurna. Maka, berbeda dengan
ekonomi konvensional, ekonomi syariah mempunyai dasar kuat dan mempunyai
kebenaran absolut, karena landasan dalam ekonomi syariah berasal dari Sang
Ilahi.
Kedua, ekonomi syariah memiliki
konsep zakat, infaq, shadaqah (ZIS) yang sangat strategis. Konsep ZIS
mengedepankan nilai keadilan dan kepedulian terhadap sesama. Pada intinya, ZIS
merupakan bentuk distribusi pendapatan yang paling efektif karena tidak
mengandung unsur paksaan, dan lebih menekankan kepada kewajiban sesama manusia
untuk memberikan sebagian hartanya bagi sesama yang lebih membutuhkan. Selain
itu, konsep ZIS tidak hanya mengedepankan unsur material semata, namun yang
lebih penting adalah adanya unsur spiritual dalam konsep ini. Seperti halnya
dalam ekonomi syariah itu sendiri, ZIS mengandung unsur spiritual dalam setiap
pelaksanannya, yakni adanya pahala dan timbal balik dari Tuhan untuk setiap ZIS yang dilakukan.
ZIS juga merupakan konsep investasi
yang sangat efektif. Memang, dalam ZIS tidak disebutkan secara nyata tingkat return yang didapatkan seperti halnya
dalam ekonomi konvensional. Namun, di dalam Al-Quran telah disebutkan dengan
jelas bahwa apabila kita memberikan harta kita kepada orang lain yang lebih
membutuhkan, maka kita akan mendapatkan pahala dan timbal balik yang berlipat
ganda. Walaupun demikian, yang lebih penting diperhatikan adalah niat dalam
melaksanakan ZIS, bukan semata-mata karena niat lain yang mampu merusak esensi
ZIS itu sendiri.
ZIS juga mempunyai keterkaitan erat
dengan masalah kemiskinan. Permasalahan kemiskinan tidak pernah selesai
diperdebatkan dalam dunia ekonomi konvensional. Berbagai program dicanangkan
untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan mengoptimalkan distribusi pendapatan.
Namun, sampai sekarang tidak ada program yang signifikan memberikan efek bagi
reduksi kemiskinan. Ekonomi syariah menawarkan ZIS sebagai terobosan dalam
mengurangi kemiskinan dan melaksanakan distribusi pendapatan yang adil dan
merata. ZIS berawal dari niat yang baik untuk melaksanakan kewajiban sebagai
umat manusia yang peduli terhadap sesamanya, sehingga dalam pelaksanaannya jauh
dari intervensi dan kepentingan pribadi.
Apabila ditelaah, korupsi, sebagai salah
satu cikal bakal kemiskinan, merupakan contoh nyata ketika kepentingan bersama
dicampur dengan intervensi dan kepentingan pribadi. Dalam ZIS, hal tersebut
sangatlah dihindari. Pelaksanaan ZIS merupakan hubungan antarmanusia sekaligus
hubungan dengan Tuhan, sehingga konsepsi ibadah (ikhlas) juga melekat erat
dalam ZIS ini.
Ketiga, ekonomi syariah mempunyai
visi untuk mengedepankan kesejahteraan umat. Semua paparan yang telah
dijelaskan di atas sejatinya bermuara pada poin ini. Tidak ada satu pun konsep
ekonomi syariah yang menganjurkan untuk mencapai keunggulan salah satu pihak
dengan cara menindas pihak lain. Jika dicermati, di dalam kompetisi ekonomi
konvensional, banyak sekali kejadian yang mengakibatkan hancurnya para pelaku
dalam kompetisi tersebut. Eksploitasi sumber daya yang berlebihan, penetapan
harga yang terlalu tinggi, dan kartel perdagangan, adalah beberapa contoh
produk dari ekonomi konvensional yang mampu menimbulkan kerusakan. Apabila
dibiarkan, permasalahan ekonomi di dunia ini tidak akan pernah terselesaikan, dan
hanya akan muncul masalah-masalah baru. Di sinilah, ekonomi syariah muncul
sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi umat manusia sekarang ini.
Ekonomi bukanlah tentang materi
semata, namun mencakup pula ranah batiniah dan spiritualitas: sebuah ibadah
atas nama Tuhan. Sistem ekonomi yang dibuat oleh manusia tidak akan pernah
menyelesaikan permasalahan manusia secara utuh dan menyeluruh. Kalaupun bisa,
tidak akan bertahan lama. Konsepsi agama yang dimasukkan dalam melakukan
kegiatan ekonomi merupakan sebuah keharusan ketika ekonomi konvensional mengalami
kemunduran. Hanya dengan ekonomi syariah, keadilan dan kesejahteraan umat
manusia itu dapat direalisasikan.
***
Referensi:
1)
http://www.investor.co.id/home/bi-aset-perbankan-syariah-rp200-triliun/61869
3)
http://mizan.com/news_det/tentang-bank-syariah-yang-mulai-diminati-non-muslim.html
4)
http://mizan.com/news_det/tentang-bank-syariah-yang-mulai-diminati-non-muslim.html
5)
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/02/21/mikep8-nonmuslim-makin-minati-produk-bank-syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar