Minggu, 30 Maret 2014

About Ekonomi syariah



Mengapa Harus Ekonomi Syariah?
oleh Rosian Asfar Ratib dan Landung Anandito
Memasuki awal abad ke-21 seperti sekarang ini, istilah syariah merupakan pokok bahasan penting yang selalu hangat untuk didiskusikan. Syariah semakin sering diperbincangkan ketika semakin banyak masyarakat global menuntut implementasi sistem ekonomi yang mengedepankan nilai-nilai keadilan. Imbasnya adalah munculnya industri-industri berbasis syariah di berbagai sektor, antara lain industri keuangan dan perbankan. Di Indonesia, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai angka 48,6% dan 34,0% di tahun 2011 dan 2012, sedangkan untuk pertumbuhan keuangan syariah global mengalami peningkatan sebesar 15%-20% per tahun1. Hal ini menunjukkan bahwa industri berbasis syariah mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada saat Forum Ekonomi Islam Dunia tahun 2013 diselenggarakan di London, Inggris, tuan rumah melalui Perdana Menteri David Cameron juga ikut menunjukkan ketertarikannya terhadap sistem ekonomi syariah. Hal tersebut dibuktikan dengan akan dibukanya Index Islam yang baru di London Stock Exchange dan peluncuran obligasi syariah dengan nilai mencapai 200 juta poundsterling pada awal tahun 2014. Bahkan David Cameron percaya bahwa keuangan Islam akan membawa peluang baik bagi industri jasa keuangan di Inggris mengingat investasi Islam telah tumbuh sebesar 150% dalam tujuh tahun terakhir2.
Sebuah fenomena menarik juga terjadi di Malaysia. Sebuah lembaga keuangan syariah dari Kuwait mencatat sekitar 40% deposannya dan 60% peminjamnya adalah non-muslim3. Fenomena tersebut sejalan dengan penemuan sebuah riset yang dilakukan Financial Insights, yang menunjukkan bahwa bank syariah mengalami perkembangan pesat di Asia dan lebih dari separuh konsumenya adalah non-muslim4. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa sistem ekonomi syariah telah diminati oleh berbagai kalangan, tidak terbatas pada kalangan muslim saja. Bahkan harian Vatikan L'Osservatore Romano pernah menyampaikan pujiannya terhadap konsep etika perbankan dan keuangan syariah. Tak hanya itu, mereka pun mendorong bank-bank Barat mengadopsi aturan perbankan dan keuangan syariah untuk mengembalikan kepercayaan nasabah pasca krisis global5.
Tingginya minat masyarakat global terhadap ekonomi syariah, baik muslim maupun non-muslim, tentunya bukan tanpa alasan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang diusung ekonomi syariah merupakan nilai-nilai yang selama ini dicari oleh masyarakat global. Berbagai kegagalan ekonomi konvensional dalam menegakkan tonggak kesejahteraan dunia menuntut munculnya suatu sistem baru yang mampu membangun kesejahteraan umat. Ekonomi syariah, dengan berbagai prinsip yang dianutnya, merupakan jawaban atas ketidakpastian dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan kesejahteraan tersebut.
Tiga Pokok Ekonomi Syariah
Di dalam ekonomi syariah, setidaknya ada tiga pokok penting yang dikemukakan. Yang pertama, landasan dalam ekonomi syariah bersifat hakiki. Yang kedua adalah adanya konsep zakat, infaq, shadaqah (ZIS). Yang ketiga adalah mengedepankan kesejahteraan umat.
Landasan dalam ekonomi syariah yang bersifak hakiki mempunyai maksud bahwa ekonomi syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang berasal dari Al-Quran dan Hadist, dua pegangan utama umat Islam dalam menjalankan hidup di dunia ini. Kebenaran dalam Al-Quran dan Hadist yang berasal dari Sang Pencipta menuntut manusia untuk menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang. Begitu juga prinsip yang dianut di dalam ekonomi syariah, yakni melaksanakan kegiatan yang berlandaskan nilai-nilai kebaikan.
Sebagai contohnya, di dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam mengharamkan bunga (riba) dan menghalalkan jual beli. Bahasan mengenai riba ini menjadi isu sentral ketika perekonomian konvensional runtuh diterjang krisis pada tahun 1998. Pada saat Indonesia dililit krisis moneter, perbankan konvensional menggunakan bunga bank sebagai acuan dalam beroperasi. Akibatnya, ketika bunga bank semakin tinggi dan nilai tukar Rupiah semakin melemah, perbankan konvensional tidak mampu membendung kerugian secara material, sehingga banyak bank yang colapse. Bahkan pemerintah harus menutup 16 bank dan melakukan restrukturisasi perbankan yang membutuhkan dana yang sangat besar.
Salah satu bank yang mampu bertahan dari terjangan krisis 1998 tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia, bank syariah pertama dan satu-satunya pada saat itu yang membuktikan bahwa ekonomi syariah merupakan kunci jawaban dari kegamangan ekonomi konvensional. Prinsip bagi hasil yang diterapkan oleh Bank Muamalat Indonesia terbukti berhasil dalam mempertahankan kinerja perbankan pada saat krisis terjadi. Dengan kata lain, krisis ekonomi dapat diredam apabila setiap pelaku ekonomi di dalamnya menganut sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, dengan digunakannya Al-Quran dan Hadist sebagai landasan utama dalam ekonomi syariah, maka hal ini dapat menghindari adanya perbedaan paham yang cenderung destruktif. Di dalam ekonomi konvensional, banyak paham ekonomi yang saling mencerca dan merendahkan paham lainnya dengan dasarnya masing-masing. Mereka menganggap paham mereka sebagai paham yang paling benar yang paling ideal untuk diimplementasikan. Padahal, dasar dari paham-paham ekonomi tersebut muncul hasil pemikiran manusia, yang sejatinya tidak akan pernah sempurna. Maka, berbeda dengan ekonomi konvensional, ekonomi syariah mempunyai dasar kuat dan mempunyai kebenaran absolut, karena landasan dalam ekonomi syariah berasal dari Sang Ilahi.
Kedua, ekonomi syariah memiliki konsep zakat, infaq, shadaqah (ZIS) yang sangat strategis. Konsep ZIS mengedepankan nilai keadilan dan kepedulian terhadap sesama. Pada intinya, ZIS merupakan bentuk distribusi pendapatan yang paling efektif karena tidak mengandung unsur paksaan, dan lebih menekankan kepada kewajiban sesama manusia untuk memberikan sebagian hartanya bagi sesama yang lebih membutuhkan. Selain itu, konsep ZIS tidak hanya mengedepankan unsur material semata, namun yang lebih penting adalah adanya unsur spiritual dalam konsep ini. Seperti halnya dalam ekonomi syariah itu sendiri, ZIS mengandung unsur spiritual dalam setiap pelaksanannya, yakni adanya pahala dan timbal balik dari Tuhan  untuk setiap ZIS yang dilakukan.
ZIS juga merupakan konsep investasi yang sangat efektif. Memang, dalam ZIS tidak disebutkan secara nyata tingkat return yang didapatkan seperti halnya dalam ekonomi konvensional. Namun, di dalam Al-Quran telah disebutkan dengan jelas bahwa apabila kita memberikan harta kita kepada orang lain yang lebih membutuhkan, maka kita akan mendapatkan pahala dan timbal balik yang berlipat ganda. Walaupun demikian, yang lebih penting diperhatikan adalah niat dalam melaksanakan ZIS, bukan semata-mata karena niat lain yang mampu merusak esensi ZIS itu sendiri.
ZIS juga mempunyai keterkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Permasalahan kemiskinan tidak pernah selesai diperdebatkan dalam dunia ekonomi konvensional. Berbagai program dicanangkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan mengoptimalkan distribusi pendapatan. Namun, sampai sekarang tidak ada program yang signifikan memberikan efek bagi reduksi kemiskinan. Ekonomi syariah menawarkan ZIS sebagai terobosan dalam mengurangi kemiskinan dan melaksanakan distribusi pendapatan yang adil dan merata. ZIS berawal dari niat yang baik untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat manusia yang peduli terhadap sesamanya, sehingga dalam pelaksanaannya jauh dari intervensi dan kepentingan pribadi.
Apabila ditelaah, korupsi, sebagai salah satu cikal bakal kemiskinan, merupakan contoh nyata ketika kepentingan bersama dicampur dengan intervensi dan kepentingan pribadi. Dalam ZIS, hal tersebut sangatlah dihindari. Pelaksanaan ZIS merupakan hubungan antarmanusia sekaligus hubungan dengan Tuhan, sehingga konsepsi ibadah (ikhlas) juga melekat erat dalam ZIS ini.
Ketiga, ekonomi syariah mempunyai visi untuk mengedepankan kesejahteraan umat. Semua paparan yang telah dijelaskan di atas sejatinya bermuara pada poin ini. Tidak ada satu pun konsep ekonomi syariah yang menganjurkan untuk mencapai keunggulan salah satu pihak dengan cara menindas pihak lain. Jika dicermati, di dalam kompetisi ekonomi konvensional, banyak sekali kejadian yang mengakibatkan hancurnya para pelaku dalam kompetisi tersebut. Eksploitasi sumber daya yang berlebihan, penetapan harga yang terlalu tinggi, dan kartel perdagangan, adalah beberapa contoh produk dari ekonomi konvensional yang mampu menimbulkan kerusakan. Apabila dibiarkan, permasalahan ekonomi di dunia ini tidak akan pernah terselesaikan, dan hanya akan muncul masalah-masalah baru. Di sinilah, ekonomi syariah muncul sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi umat manusia sekarang ini.

Ekonomi bukanlah tentang materi semata, namun mencakup pula ranah batiniah dan spiritualitas: sebuah ibadah atas nama Tuhan. Sistem ekonomi yang dibuat oleh manusia tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan manusia secara utuh dan menyeluruh. Kalaupun bisa, tidak akan bertahan lama. Konsepsi agama yang dimasukkan dalam melakukan kegiatan ekonomi merupakan sebuah keharusan ketika ekonomi konvensional mengalami kemunduran. Hanya dengan ekonomi syariah, keadilan dan kesejahteraan umat manusia itu dapat direalisasikan.
***

Referensi:
1)      http://www.investor.co.id/home/bi-aset-perbankan-syariah-rp200-triliun/61869
3)      http://mizan.com/news_det/tentang-bank-syariah-yang-mulai-diminati-non-muslim.html
4)      http://mizan.com/news_det/tentang-bank-syariah-yang-mulai-diminati-non-muslim.html
5)      http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/02/21/mikep8-nonmuslim-makin-minati-produk-bank-syariah